Budayakan apresiasi karya, Budayakan hargai hak cipta, Kalau mau gaya Jangan bajak karya saya. Selalu cantumkan nama penulis asli dan sumber dalam Copy - Paste anda :)

Selasa, 02 September 2014

Ada Cinta di Kandank Jurank Doank

Seorang sahabat telah berkata, "jangan, jangan menangis kecuali Tuhan meninggalkan cinta-Nya pada kita." Sepenggal kalimat sederhana yang sarat dengan makna.

Sahabatku ini pernah berada di atas awan. Merasakan nikmatnya dunia hiburan yang berkilauan. Kemudian dia berdialog dengan Tuhan. Hingga dia rela dicaci dan direndahkan orang.

Segalanya dipondasikan dengan cinta dan ketulusan. Hingga penderitaan menguap dan meresap atas izin Tuhan. Dia tetap hidup meski sedang diuji takdir. Dia tetap bernafas meski orang terus mencibir. Yang dia yakini, bersama.Tuhan segalanya baik-baik saja.

Hidup berarti tentang memberikan makna kepada insan, juga alam. Seberapa kita mampu merelakan diri kita untuk memberi makna tanpa digugat segala bentuk harapan. Seberapa kita mampu menapak jaman bersamaan dengan desir alam yang menjadi sumber kehidupan.

Penderitaan juga dapat berarti kebahagiaan, dan kebahagiaan boleh jadi dimiliki oleh setiap orang. Sahabatku selalu berbagi tanpa menimbang dan memilih. Jika kamu mau tau, kamu bisa datang. Ke tempat dimana seni menjadi nyawa dari segenggam cinta yang selalu menebar harapan.

Apa yang dia bangun dengan senyum dan kerelaan telah menjadi senyum baru, kerelaan baru bagi setiap orang yang datang. Tidak ada tangis, tidak ada kekecewaan saat kita dapat belajar menjadi ikhsan yang hidup berdampingan dengan alam.

Aku tak akan menyebut namanya, tapi kupastikan kau lebih dari sanggup untuk menebak siapa dia. Kamu boleh bertemu sahabatku, di Kandank Jurang Doank. Ada cinta, di Kandank Jurank Doank.

Jumat, 29 Agustus 2014

Integritas Duta Wisata

Memiliki peran yang strategis, duta wisata dituntut pro-aktif mengajak dan mengedukasi masyarakat luas untuk berpartisipasi meningkatkan kegiatan kepariwisataan. Peningkatan kepariwisataan yang diperoleh tentunya meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendapatan daerah.

Hal tersebut sejalan dengan amanat yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Atas dasar itulah kita dapat mengatakan bahwa menjadi seorang duta wisata merupakan salah satu wujud nyata dari pengabdian masyarakat.

Sebuah pengabdian masyarakat berawal dari keberanian menjujurkan hati untuk berbakti pada negeri. Kemudian untuk mencapai pengabdian masyarakat yang sebenar-benarnya seorang duta wisata dituntut memiliki nilai integritas yang tinggi.

Berani merendahkan hati untuk setia kepada kebenaran, kerelaan untuk selalu belajar menyesuaikan perkataan dan perbuatan, tidak menyalahgunakan wewenang, serta berani melepaskan ego dan kepentingan pribadi demi menjunjung tinggi kepentingan bangsa.

Seperti yang dilakukan para pendahulu ketika mengucap Sumpah Pemuda. Mereka rela meninggalkan kesukuan dan kepentingan setiap kelompok untuk bersatu padu mewujudkan kepentingan bangsa demi Indonesia merdeka.

Duta wisata yang notabene adalah generasi muda tentu menjadi panutan dan sorotan pemuda-pemuda lainnya. Maka tingkat integritas mereka secara tidak langsung menentukan tingkat integritas pemuda secara nasional. Dengan pemuda-pemuda yang berkualitas dan berintegritas tinggi, bukan tidak mungkin Indonesia kembali menjadi bangsa yang disegani di mata dunia.

Sekali lagi, integritas yang tinggi kembali pada bagaimana cara kita mengatakan kebenaran ke dalam diri sendiri. Sebagai pemuda yang peduli pada nasib dan masa depan bangsa, mari berbenah diri untuk mencapai tingkat integritas yang tinggi.

Selasa, 01 Juli 2014

Pementasan Perasaan

Dua puluh empat bulan terasa sangat singkat. Kedekatan kita yang telah dipentaskan kini mungkin tinggal kenangan, bagiku. Iya, hanya bagiku, karena kamu tak akan punya cukup waktu untuk bermain di pentas ini untuk memberiku perhatian lagi bukan? Bagimu nengenang kebersamaan kita akan jadi adegan yang paling sia-sia, tentu. Kau telah kembali kepadanya dan perlakukan aku seolah seorang lain yang ditatap asing.

Jangan ingat aku. Kumohon. Tapi lihat apa yang kini ada di wajahku. Titik-titik mutiara cair yg mengalir dari mataku berhulu pada kamu, caramu memperlakukan aku; dulu.

Sayang, masihkah ada babak drama yang ingin kau jalani di atas pentas ini? Pentas perasaan ini semakin membuat aku muak pada diriku sendiri. Entah ribu atau jutaan caci yang telah kuberi pada kesalahan adegan yang tak berujung ini; mencintai kamu.

Drama kita yang sebenarnya sungguh belum usai, sayang. Masih ada percak tanya yang menganga; mengapa dulu kau hadirkan bahagia di sini jika kini kau pergi? Diam? Jawab! Oh, tidak. Kini aku bukan siapa-siapa lagi.  Baiklah, aku mengerti kau takkan pernah kembali.

Aku mendengar denting piano yang mengantar kepergianmu. Aku mendengar petikan gitar yang mengenyuh detak hati mereka dan aku. Juga kudengar alunan dari dawai biola yang tergesek dengan keras hatimu itu.

Biar pementasan ini selesai tanpa ada bagian peranmu lagi. Biar pencahayaan di pentas ini meredup, bersamaan dengan hati yang belajar untuk berhenti berdegup.

Rabu, 25 Juni 2014

Segigit Kekecewaan atas Gigitan Luis

Sebelum pertandingan hidup mati perebutan satu tiket babak perdelapan final piala dunia 2014 antara Italia versus Uruguay dimulai, tentu setiap pendukung masing-masing negara sudah bersiap untuk melihat hasil terburuk. Hal itu tidak lepas dari kenyataan bahwa keduanya adalah negara mantan juara dunia yang akan saling 'bunuh' di atas lapangan. Italia diuntungan dengan selisih gol yang lebih baik, sedangkan Uruguay diuntungkan dengan kondisi cuaca saat pertandingan dilangsungkan.

Pada akhirnya Italia kalah 0-1 dari Uruguay, dan sudi tidak sudi mereka harus pulang. Menyakitkan, memang. Kemenangan Uruguay pun ternyata tak lantas dirayakan publik sepak bola dunia, mengapa? Memalukan, tanpa gol Luis Suarez justru kembali menunjukkan kualitas lain di dalam dirinya, membuat kontroversi di atas lapangan. Luis memberi Giorgio Chiellini sebuah gigitan. Miris, Luis.

Apapun sebab dan alasannya, tentu gigitan bukan bagian dari lapangan sepak bola bukan? Kecuali mungkin setelah FIFA membiarkan salah satu pemain bintangnya bertahan di atas lapangan dengan kebebasan. Jika Luis Suarez bermain di perdelapan final, jelas sudah apa yang ingin FIFA tunjukkan, keadilan dan sportifitas semu.

Pembelaan terhadap Luis hanya dilakukan oleh mereka yang menutupi bahwa Italia dipulangkan oleh wasit asal Meksiko, Marco Rodriguez. Italia tidak dikirim pulang oleh gol tunggal Diego Godin, lebih-lebih dipulangkan Uruguay, sama sekali bukan.

Lihat saja jalannya pertandingan yang berubah setelah Rodriguez mengusir langsung Marchisio karena melanggar Egidio Arevalo Rios. Bermain dengan 10 orang melawan Uruguay jelas tidak mudah, tapi yang lebih mengesalkan adalah ketika Marco Rodriguez bergeming meski telah melihat bekas gigitan Luis pada bahu Chiellini.

Rasa hormat saya kepada Luis benar-benar terkikis. Kekecewaan saya tidak jatuh pada permainan Italia, melainkan pada kepemimpinan wasit Marco Rodriguez juga sikap Luis tentunya. Kepuasan saya pun tidak akan muncul jika FIFA melarang Luis Suarez bermain sepanjang sisa gelaran piala dunia, tapi akan semakin memuakkan jika Luis tetap bermain di gelaran piala dunia tahun ini.

Senin, 16 Juni 2014

Demi Januari


Ketika logika bicara tentang hitungan sebab akibat, hati hanya bicara tentang rasa yang terlanjur tertambat. Kau, apa kau ingin aku anggap semua palsu dan tak pernah berlalu? Apa kau juga tak sudi ijinkan perpisahan berpeluk haru? Mengapa semua harus selesai seolah cerita antara kamu dan aku tak pernah diramu?

Sepersekian detik aku ingin nafas ini berhenti, agar aku tak sadari bahwa aku pernah meratapi tinta sepi goresanmu ini. Ada bekas yang rasanya sulit diranggas. Rasa ini mungkin akan teranyam waktu sebagai mimpi yang keras-keras dibenturkan batas.

Demi hujan manis yang selalu turun tepat di antara dua tahun dalam satu waktu, aku masih melihat kamu yang pernah inginkan aku. Demi matahari yang merangkak manja di pagi hari, aku harus menutup mata melihatmu yang bertolak tanpa permisi. Dan demi Januari yang mengawali perputaran bumi kepada matahari, keinginanku atas kamu harus kuakhiri.

Senin, 26 Mei 2014

Berkhianat

Merelakan selalu terasa seperti membuka kotak kenangan yang datang dari masa lalu, menyesakkan, namun sejatinya manusia tahu bahwa badai pasti berlalu.

Pada tahap yang sama di masa lalu ini pernah kurasakan terhadap seseorang yang bukan kamu. Selalu pilu, meski terulang pada satu-dua orang yang sudah berlalu, dan kini aku dihadapkan keadaan yang sama atas perasaanku kepadamu.

Bukan, tapi bisa jadi ini juga dapat dinamai cinta. Rasa yang dimulai tanpa aba-aba, sepanjang waktu menggulung logika, dan kini harus terbentur tembok besar berpondasi agama.

Cinta harus memiliki tapi tidak harus mengikat. Pada ruang antara aku dan kamu tentu ada sekat, waktu yang kemudian akan berbicara tentang seberapa manusia pada perasaannya dapat berkhianat.

Senin, 19 Mei 2014

Gagal Rindu

Senja menikamku diam-diam. Dari balik keindahan, dia jebloskanku ke dalam sepinya malam. Temaram lampu di ujung gang kecil ini memaksaku menatapi kaki  yang bertolak dengan pasti.

Dengar, menelanjangi punggungmu yang perlahan menjauh adalah satu dari beberapa detil hidup yang melemahkan aku. Kau, pada ayunan langkah mana kau akan berhenti sejenak untuk menoleh ke arahku yang selalu tertunduk terpaku menginginkanmu?

Maaf, maafkan kelancanganku yang terlanjur berharap tentang kamu. Hingga kini aku tak tahu, seberapa lama aku mampu diam tanpa kau tahu apa yang ada di dalam hatiku. Sikapmu buatku meragu, meragu tentang arti hadirku bagi duniamu.

Aku tak takut kehilangan. Aku tak takut kesepian. Yang aku takutkan adalah arti dari ketiadaanmu nanti. Ketika kau tak dapat lagi kutemui, ketika kau telah memiliki hidup tanpa aku yang ketakutan tanpa arti.

Entah pada tetes tangis mana kau sudi usapkan jemarimu di bawah mataku. Entah pada sesak rindu mana kau rela tenangkan aku. Kau, pada sinar bulan mana kau mau memelukku untuk katakan 'aku juga menginginkanmu' ? Atau selamanya sajak ini hanya tentang aku yang gagal rindu? Mungkin memang.

Minggu, 18 Mei 2014

Keluarga Baru, Kebanggaan Baru

Jakarta (PJBMOpini) - Sabtu (17/5) perhelatan bulu tangkis Sirkuit Nasional 2014 seri ke-3 berakhir. Seratusan mahasiswa yang mengikuti kegiatan PJBM berkeliaran di GOR Asia-Afrika untuk mencari data dan gambar untuk jadi pemberitaan.

Ada hal lain yang saya rasa dan saya perhatikan. Wajah kemenangan. Tidak hanya pada wajah atlet, tapi juga pada wajah peserta, panitia, juga pembimbing kegiatan PJBM 2014.

Bung Broto mengatakan, sampai-sampai panitia sirnas Jakarta pun turut senang melihat ratusan mahasiswa yang jadi wartawan dadakan di depan podium kemenangan. Mahasiswa sebagai pusat pergerakan memang diharapkan dapat menyebarluaskan antusiasme terhadap bulu tangkis.

"Kalau mengukur kemajuan PJBM dari tahun ke tahun secara kualitas ya susah, itu kan subjektif ya. Paling kalo dari kuantitas, jumlah peserta meningkat. Tahun depan kalo bisa tidak cuma liput sirnas Jakarta, ditambah sirnas Jawa Barat misalnya. Semakin banyak yang meliput, semakin banyak yang diliput, maka semakin banyak pula yang mencintai bulu tangkis nantinya." papar Bung Broto dan harapan kedepannya untuk PJBM.

"Saya kira ini pelatihan biasa, ternyata..." ujar Muhammad Junio Alviendra salah satu teman yang saya ajak untuk mengikuti kegiatan ini. Dengan garis wajah penuh kepuasan dia bahkan tak dapat menyelesaikan kalimatnya. Sulit memang memilih diksi untuk segalanya yang telah PJBM berikan kepada kami para peserta.

Project Officer PJBM 2014, Mathilde Liliana mengaku senang dan bangga melihat antusiasme para peserta. "Saya berharap kedekatan para peserta PJBM tidak berakhir pada tanggal 30(Mei) nanti. Karena keluarga PJBM 1 dan 2 pun masih kontak sampai sekarang. Di PJBM kita bukan cuma pelatihan, tapi juga merajut tali kekeluargaan."

Senada dengan pendapat ketiga orang di atas, saya pun merasa sangat beruntung untuk terpilih menjadi bagian keluarga ini. Dada saya berdebar membayangkan suatu hari nanti  dapat kesempatan untuk menulis betapa indahnya lagu Indonesia Raya dikumandangkan sebagai buah keringat putra-putri pertiwi di atas lapangan kejuaraan internasional.

Pada liputan sirnas Jakarta 2014 kami dihadapkan pada keadaan nyata dalam membuat berita olahraga. Kesiapan dan kekompakan kelompok diuji, setiap detil benar-benar harus diperhatikan. Kesalahan kecil akan dibayar dengan harga yang lebih besar. Tapi dari kesalahan dan kekurangan itulah kami dapat lebih siap untuk ke depannya.

Bersama-sama belajar dan bergerak untuk tujuan yang sama, memelihara kejayaan bulu tangkis sebagai satu dari banyak hal yang memacu kemajuan bangsa Indonesia, dan saya bangga. (dabus)

Nisak Puji Lestari, Kawinkan Gelar Putri dan Campuran

Jakarta (PJBMNews) - Nisak Puji Lestari sukses menjadi juara Sirkuit Nasional Jakarta 2014 di dua nomor kelompok taruna sekaligus. Sabtu (17/5) Nisak yang berpasangan dengan Reinard Dhanriano memastikan tiket final ganda taruna campuran setelah menghentikan perlawanan rubber game selama satu jam dari Tedi Supriadi/ Rofahadah Supriadi Putri wakil Djarum Kudus dengan skor 16-21 21-16 21-17.

Pada Final di hari yang sama Nisak/ Reinard justru relatif menang mudah atas wakil Djarum Kudus lainnya, Yantoni Edy Saputra/ Marsheilla Gischa Islami. Dengan skor 21-15 21-13 pasangan Mutiara Cardinal Bandung ini hanya butuh 26 menit untuk amankan gelar ganda taruna campuran.

Kemenangan di nomor campuran menjaga keyakinan gadis kelahiran Boyolali 12 Juli tujuh belas tahun silam ini untuk dapatkan gelar ganda taruna putri. Terlebih Nisak dan Rika Rositawati memang tercatat sebagai unggulan teratas. Meski kalah di set pertama dari wakil Djarum Kudus Marsheilla Gischa Islami/ Rahmadhini Hastiyanti Putri dengan skor 17-21, Nisak/ Rika berhasil membalikkan keadaan di dua set berikutnya dengan skor 21-17 21-13.

"Seneng dong pastinya, bangga juga bisa ngasih yang terbaik buat pelatih saya, buat ayah ibu saya di rumah. Masuk target diri aku sendiri juga." komentar Nisak tentang keberhasilannya mengawinkan gelar ganda taruna putri dan ganda taruna campuran di sirnas Jakarta. (dabus)

Mathilde Liliana, Bukan Untuk Diri Sendiri

Jakarta, (PJBMGaleri) - Bintang yang sejati tidak benderang untuk dirinya sendiri. Hanya bintang sejati yang mampu menyinari bintang-bintang lainnya untuk ikut bersinar terang.

Mathilde Liliana, mahasiswi semester akhir jurusan akuntansi di Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini adalah project officer dari kegiatan Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa 2014. Di tengah jadwal kuliahnya gadis kelahiran Kupang ini menyisihkan waktu khusus untuk rangkaian kegiatan PJBM yang sedang dipimpinnya.

"Ketika teman-teman menunjuk, kenapa mau dijadikan kepala tim dari kegiatan ini karena saya memang menyukai bulu tangkis, itu yang pertama. Selain itu saya merasa sangat berterimakasih kepada PJBM atas semua kesempatan yang pernah saya dapatkan. Ini jadi tanda terimakasih saya, juga sebagai bakti untuk kemajuan jurnalistik bulu tangkis Indonesia. Jangan sampai kesempatan belajar jadi wartawan yang langsung terjun ke lapangan seperti ini hanya saya yang mendapatkan. Harus ada yang meneruskan agar teman-teman mahasiswa lainnya juga bisa mendapat kesempatan.

Harapannya ke depan teman-teman dari angkatan PJBM setelah saya (angkatan 2 dan 3) pun siap untuk melanjutkan. Memang dana dan segalanya sudah Djarum dan Bola sediakan, tapi mereka butuh tenaga, pikiran, dan waktu kita (para panitia dari PJBM angkatan 1 dan 2) agar acara ini dapat dilaksanakan." ujar Lili yang juga merupakan alumni PJBM terpilih meliput Indonesia Open sudah dalam dua kali kesempatan. (dabus)

Minggu, 11 Mei 2014

Simbiosis Untuk Bulutangkis

Sabtu (10/05) ada suasana berbeda di Djarum Petamburan, Jakarta. 125 peserta Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa 2014 tersebar di enam lokasi sekitar kantor dan gor Djarum. Kegiatan ini adalah latihan praktek dari materi yang telah diberikan pada minggu sebelumnya (3/05) di gedung Kompas Gramedia. Praktek lapangan yang dilangsungkan pun beragam mulai dari simulasi konferensi pers, pengambilan foto indoor dan outdoor, wawancara pelatih, pemain, bahkan penunggu pos keamanan pun tak luput dari buruan pertanyaan para peserta. Tak tanggung-tanggung latihan ini pun langsung dibimbing oleh maskot jurnalis bulutangkis Indonesia, Broto Happy dan Erly Bahtiar.

Adrian Hadinata selaku perwakilan dari PB. Djarum menerangkan bahwa pihaknya bersedia memberikan 'lapangan' untuk PJBM 2014 dengan harapan peserta dapat mengerti jelas bagaimana menjurnaliskan dan meliput dengan benar sehingga dapat menjadi seorang jurnalis bulutangkis yang unggul pada masa yang akan datang.

Selain itu beliau juga menambahkan jika pembinaan minat tidak akan terasa manfaatnya dalam waktu singkat, tapi akan terasa pada jangka panjang. Simbiosis antara regenerasi atlet dan jurnalis harus sedini mungkin dilakukan untuk menjaga kejayaan bulutangkis Indonesia. Sehingga ketika atlet mencapai torehan juara beritanya akan tetap ada dan dapat diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Di sela-sela latihan persiapan Sirkuit Nasional Jakarta Terbuka (11-17/05) beberapa beberapa atlet jadi model dadakan. Di antarannya pasangan ganda dewasa putra Yohannes Rendy Sugiarto/Afiat Yuris Wirawan, pasangan ganda pemula putri jawara walikota cup Surabaya 2014 Mia Dian Nurlia/Ribka Sugiarto, juga Kenas Adi Haryanto yang bermain rangkap di ganda dewasa putra dan ganda dewasa campuran.

Peserta terlihat sangat antusias karena dapat bebas mengarahkan gaya atlet di depan kamera. Dari pihak atletnya sendiri pun merasakan manfaat simbiosis dalam bulutangkis seperti kegiatan ini. Ketika ditanyai pendapat tentang PJBM 2014 Kenas punya jawaban yang cukup unik, selain bagus untuk bulutangkis di mata Kenas acara ini juga melatih dia untuk akting di depan kamera. Wah, ternyata Kenas punya bakat narsis juga.

Minggu, 04 Mei 2014

Dengan Tangis Untukmu

Hati bersuara tentang apa yang dirasakannya. Mewujudkannya dalam tindak dan pola gerak tubuh yang dapat dilihat dan dirasa.

Kepada kamu yang masih handal jatuhkan air mataku.

Aku merasa terisi saat menangis. Ada kebahagiaan meski karena sakitnya menerima kenyataan bahwa bukan aku yang mampu bebaskanmu dari kekosongan. Aku menangis dan berhenti bersandiwara. Aku menangis kemudian merasa jadi apa adanya. Aku menangis, dan bahagia karena masih kamu yang memecahkannya.

Kesepian menjadi pentasku untuk berpura-pura. Tertawa dan tersenyum jalani hari yang disesaki ragam kesibukan. Kekosongan kini menyoroti sisi lain pentas yang sedang kumainkan. Aku dapat berjalan dengan seseorang yang bukan kurindukan.

Air mata tak pernah jatuh sia-sia karena tangisku masih untuk seseorang yang kurindukan. Air mata tak pernah jatuh sia-sia karena tangis membebaskanku dari pentas kepura-puraan. Aku berhenti jadi makhluk yang sia-sia. Dengan tangis, maka aku ada sebagai manusia seutuhnya. Kau boleh pergi, selamanya. Selama yang kau mau, selama itu aku mampu. Selagi aku masih bisa menangis karenamu, sepanjang itu kau masih mengisi kosong dalam hatiku.

Dengan tangis, aku mengerti bagaimana cara berhenti menafikan sepi. Dengan tangis, aku tahu rasanya menjujurkan hati.

Jumat, 11 April 2014

Tentang Kita

Tentang dua hati yang dulu mampu melangkahkan kaki senada seirama. Tentang aku, tentang kamu, dan tentang kita. Kita telah menjadi sesuatu yang tak pernah sama dengan yang sebelumnya. Hanya dewasa dan bijaksana pilihan yang dijadikan ada. Manusia diciptakan bukan untuk menghakimi dan melukai bukan? Kemudian, apa yang membuat kamu hakimi aku seolah aku yang selalu melukaimu?

Aku ingin kembali tertawa bersama. Kembali ke tempat dimana tiada lagi ragu dan malu yang kita punya. Saling melepaskan beban juga saling melambungkan khayalan. Sedari mulanya kita memang sebegitu berbeda, namun kita tetap mampu membunuh waktu dengan penuh makna. Kini, apa yang telah membuat kita jadi sama hingga makna menguap begitu saja?

Bukan tentang dia bukan juga mereka. Ini masih tentang kita. Tentang aku yang merindu makna. Tentang kamu yang kian menjadi candu dalam bejana rasa. Tentang kita yang semakin berbeda dalam logika juga dalam asa. Kau, pada detik yang mana kau akan kembali berikanku makna?

Rabu, 09 April 2014

Masih Tentang Kamu

Kamu, tulisan ini masih tentang kamu yang tak tersentuh. Tentang kamu yang semakin jauh tanpa melihat aku yang masih butuh. Seolah perasaanku ini berupa raksasa yang selalu siap menerkam untuk membunuh. Sayang, tiada yang salah dengan perasaanku. Siapapun boleh jatuh hati tanpa ditentu, begitupun aku.

Aku masih mencari-cari candamu, tawamu, tatapmu, bahkan punggungmu yang seringkali kutatapi dari jauh. Kumohon jangan tatapi perasaanku  dengan penuh tuduh. Dia tak pernah memburumu untuk direngkuh. Jangan biarkan dia merapuh hanya karena kau tatapi dia sampai sebegitu. Beri dia waktu untuk menua dan kemudian mati tepat di hadapanmu. Perasaanku ini ingin mati di situ, bukan di belakangmu.

Mengapa kau terasa takut terbunuh oleh perasaanku? Apa karena dia menggoresi luka di harimu? Yang dia inginkan adalah tetap dapat mendengar derap langkahmu menuju apa yang kau mau, cukup egoiskah itu?

Sayang, mengapa ruang di antara kamu dan perasaanku terasa sebegini beku? Atau ini batu yang kau susun agar perasaanku tak melukaimu? Segalanya bukan berarti aku harus memilikimu, sekalipun tidak pernah seperti itu. Mata hatimu tahu, perasaanku tak punya birahi untuk melukai hati manapun. Terlebih melukai kamu. Begitu, karena hatiku masih tentang kamu.

Minggu, 30 Maret 2014

Surat Untuk Mantan

Kepada hati yang dahulu pernah aku miliki,

Ada satu yang aku ingin kau mengerti. Semesta punya rahasia besar yang sama-sama kita ketahui: segalanya bukan abadi.

Hidupku baik-baik saja tanpa memilikimu dan aku tak memiliki rasa perlu dalam benakku untuk kembali menanyakan kabarmu. Sayang, aku kenal dekat dengan sepi yang kini menemuimu. Dia sudah lebih dulu menemuiku kala kau putuskan untuk sama sekali tak lagi mengenalku.

Kini aku percaya bahwa konsep dunia ini memang sebuah lingkaran. Apa-apa yang berjalan dengan arah berlawanan pada saatnya akan kembali dipertemukan. Kau kembali di saat aku tak lagi memahami makhluk apa yang kau sebut harapan. Aku mengenalmu bukan sebulan-dua bulan. Juga bukan aku mengenalmu sebatas luaran, sama sekali bukan. Aku mengenalmu jauh sampai titik terluar dari sebuah bidang yang kita beri nama perasaan.

Hatiku tidak sedang bertolak dari kenyataan. Tapi kini logikaku sudah mampu mengalahkannya dalam pertempuran pikiran. Segila apapun aku mempertahankan, realitanya akan kembali pada bukan aku yang sebenarnya kau perjuangkan. Sebesar apapun cinta yang kuberikan tetap bukan aku yang kau dambakan.

Aku tak berhasrat lagi menjalin kesepakatan pikiran. Aku hanya inginkan kesepakatan perasaan dan itu mustahil dapat kita temukan. Memori yang pernah kita rajut bersama biar jadi kenangan juga pembelajaran. Jika mampu mendekat dengan penuh kehangatan maka jangan pernah pergi dengan saling berpunggungan. Tidak hanya karena aku berhenti menjadi sesuatu yang dapat kau miliki berarti aku berhenti mencintai bukan?

Seperti yang kau katakan, manusia akan mampu mencintai seseorang yang lain meski tak akan sebesar cintanya yang telah hilang. Begitupun kamu, begitupun aku, sayang. Hidup kita harus tetap berjalan. Tak perlu saling memiliki jika di kemudian hari saling menyakiti lagi. Mari berjalan beriringan dengan hati yang tenang untuk saling melengkapi. Ketika pertemanan sudah berhasil mencetak jutaan tali percintaan, mengapa kita begitu angkuh dan enggan membiarkan percintaan mencetak satu pertemanan yang selamanya akan bertahan?

Dari hati yang kini dan nanti tetap mencintaimu,

Aku

"tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel bernard batubara" @gramedia"

Kamis, 27 Maret 2014

Mengenal Kebencian

Mereka bilang aku ini si tolol.
Menunggu untuk hati lain yang membuat hati ini berulang-ulang jebol. Mereka juga bilang aku ini si bodoh. Mencintai hati yang tak henti membuat jantung ini tergopoh-gopoh.

Mereka bilang aku ini bisu. Tak menggubris siapa yang memanggilku, hanya untuk menunggu. Mereka bahkan bilang aku ini si tuli. Membentengi telinga dari cibir-cibir yang melukai.

Nyatanya sakit ini memang tololku. Luka ini juga karena bodohku. Si bisu jua memang aku. Bahkan si tuli juga aku.

Kau, tolong beri aku setitik keberanian. Kumohon, ajari aku mengenal kebencian. Tak lagi ada waktu bagiku untuk penantian. Jeratmu benar telah membuat aku enyah dari kenyataan.

Rabu, 26 Maret 2014

Gila Dalam Tanya

Berapa apa siapa kenapa
Aku juga manusia yang sama seperti mereka
Tak peduli masa yang tak hingga
Jalang, dusta, hina, dan durjana

Apa siapa kenapa berapa
Buang saja ucap-ucap mereka
Coba anggap aku ini bukan manusia
Tetap jalang dan tetap hina

Siapa kenapa berapa apa
Lupakan rasa yang pernah kau rasa
Aku dia mereka memang makhluk yang sama
Tetap dusta dan tetap durjana

Kenapa berapa apa siapa
Dengan atau tanpa makna
Manusia memang makhluk gila
Aku kamu dia mereka sama saja
Bajingan sama brengsek sama

Minggu, 23 Maret 2014

Jauh Setelah Perpisahan

Setiap malam sebelum mata ini penuh kupejam, aku berdoa: pada suatu detik dalam putaran galaksi, kau temui dan seutuhnya memahami lirik ini.

Kau, ini tentangmu. Aku merasa sedamai dan setenang itu saat bersamamu. Hidupku benar terasa seperti hidup yang semestinya, tak ada rasa mati rasa seperti biasanya.

Sejujurnya tak pernah terbayang dapat sampai di titik ini, entah bagaimana bisa jadi seperti ini. Aku sedia untukmu, ingat baik-baik bahwa ini bukan janji untuk siapapun di bawah langitnya bumi. Janji ini atas nama hatiku sendiri, kepada hatiku sendiri. Sekuat mungkin aku ingin terus menjaga perasaan yang hingga kini tak jua aku mengerti.

Kediamanku selama ini bukan perjuangan, cinta melakukan tapi tidak merasa berjuang. Mengertilah bahwa ini sama sekali bukan obsesi yang harus dijadikan kenyataan. Kerinduanku yang selama ini terbenam juga bukan pengorbanan, cinta melakukan tapi tidak merasa berkorban. Sekecil apapun aku tak ingin ada bagian yang rusak dalam kedekatan yang kita sebut pertemanan.

Besar kemungkinan segalanya hanya ada dalam perasaanku. Tak pernah benar bahwa ada rasa seperti yang ada dalam kira-ku. Aku memang bukan suatu apapun. Aku tak menuntut dan meminta apapun. Kau boleh menyayangi siapapun. Kau boleh dimiliki oleh siapapun.

Segalanya bukan abadi. Perpisahan adalah satu kepastian dalam semesta ini. Tak pernah dan tak akan pernah ada hati yang siap menghadapi perpisahan. Sepenuhnya kau miliki aku, bahkan jauh setelah perpisahan itu benar-benar jadi kenyataan.

Sabtu, 22 Maret 2014

Mata Dalam Segelas Kopi

"Mas, kopinya."
"Oh, iya terima kasih."
Dia memberikanku segelas kopi seraya tersenyum manis. Setelah gelasnya kugenggam dan kuletakkan di meja dia menatap layar televisi kemudian mendudukkan dirinya di kursi.

Pagi di hari sabtu kesekian setelah hari pernikahan kami. Pagi kami tak pernah sehangat pagiku kala bersamamu. Minim kata, minim canda, semua seolah terjadi hanya sebagai satu takdir semesta.

Aku masih melihatmu di belakang mataku. Aku masih merasakanmu di luar jiwaku. Kau, pada purnama keberapa kau dapat kembali kujumpa? Di hadapanmu, ku ingin mencintaimu sekali ini lagi.

Aku masih menyesap kopi setiap pagi, seperti kita, seperti kamu. Hanya saja, dia hanya menemaniku menyesapnya, tidak ikut bersamaku menikmatinya.

Kau benar, aku mampu mencintainya meski tak pernah sebesar aku mencintai kamu. Entah apa namanya, yang jelas di antara aku dan dia terlalu banyak logika. Hubungan ini menjadi nyata atas dasar kesepakatan pikiran, bukan kesepakatan perasaan.

Aku ingat gelas demi gelas kopi yang pernah kita sesap bersama. Di setiap tempat mereka terisi kopi yang sama, seduhan kopi hitam dan sedikit gula. Di berbagai suasana mereka telah menemani aku, menemani kamu, menemani kita yang dulu pernah jadi satu.

Bisa jadi ini dosa terbesarku, setengah mati merindumu di depan gelas kopi buatan istriku. Dirimu pun telah jadi penyaji kopi bagi pria selain aku. Maaf, maafkan aku. Aku melihat bayang sepasang mata dalam gelas kopi itu. Sepasang mata yang terlihat begitu sendu mati-matian menahan rindu, kepadamu.

Selasa, 18 Maret 2014

Manisnya Luka

Kini aku tahu, apa yang ada dalam perasaanku. Sejak pertama bertemu gejolak dalam dada ini sudah mengusikku. Matanya, bibirnya, caranya bicara membuat aku semakin yakin: aku terpesona padanya.

Aku bukan seorang penyair. Aku bukan seorang penyihir. Indahnya penantian akan kubiarkan terus mengalir, seperti kisah yang terus diukir. Sesak rinduku dibawa pergi angin semilir, tiada tentu arah membiarkan darah berdesir.

Aku kenal detak jantung yang meretak dan menggulung. Aku pernah tahu rasanya rindu yang tergantung. Bukan, bukan maksud hati membuat logika menjadi linglung. Namun apa daya jika jiwa telah dibuatnya mematung.

Tawa dan air mata tentu ada dalam siklus hidup setiap manusia. Masa untuk luka dan bahagia pun sudah ditentukan oleh semesta. Yang pernah ada pasti kan tiada, yang pernah diangan juga bisa jadi kenyataan. Sesering mungkin harusnya manusia belajar melapangkan dada, menguatkan hati agar harap yang ada tidak bermetamorfosa jadi manisnya luka.

Rabu, 26 Februari 2014

Me'lirik' Me'rembulan'

Semesta ini memiliki pola yang relatif sama dalam waktu yang lama. Dikata orang mirip dengan lingkaran. Apa-apa yang berjalan dengan arah berlawanan akan kembali dipertemukan. Apa-apa yang hilang juga katanya akan dikembalikan. Syaratnya satu: keikhlasan.

Sesuatu yang terjadi antara aku dan kamu adalah bagian dari ketentuan semesta. Aku mempelajari sebab-akibat setiap fenomena yang ada setelah pertemuan kita. Kini aku tetap dapat menjadi dewasa dan bijaksana meski berangan layaknya seorang balita. Itu seperti tebaran bintang yang sederhana namun tetap memiliki makna.

Dari pelupuk mata, kejauhan memperlihatkan senja yang meringkih. Makhluk akan hidup jika terus berjalan meski tertatih. Seperti langit purnama yang terpendar memutih, dimensi ruang dan waktu menjadikan hati yang perih sedikit pulih. Menolak gravitasi agar meteorit tak jatuh saling menindih.

Sang Bulan tetaplah menjadi bulan, berjudi hati tanpa memerkosa rasa dengan bualan.

Sang Bumi tetaplah menjadi bumi, mengejar mentari dengan mimpi yang ingin dipahami.

Fajar datang dan pergi, mentari tergelincir berulang kali. Bumi yang pernah kusinggahi pun terus berotasi. Senyap yang menyepi terpahatkan di atas keringnya hati. Di sini anak Adam berdiri, di atas kakinya sendiri. Sama seperti janji yang dulu terperi, setiap detil galaksi punya ruang dan waktunya sendiri-sendiri.

Sang Bulan akan terus menjadi bulan, merusak gelap malam dalam abadinya kekekalan.

Sang Bumi akan terus menjadi bumi, berotasi dengan jutaan pesona diri untuk dikagumi.

Lirik kata ini akan segera selesai. Sebelum itu aku ingin katakan. Katakan bahwa baru saja aku me'lirik', atas nama anak-anak Adam yang me'rembulan'.

Kamis, 20 Februari 2014

Cinta Bijaksana

Dalam lelahku menantimu
Berikan aku satu pelukmu

Dalam cinta bijaksana
Jangan seorangpun kan terluka

Biar aku menunggu
Hangat genggam jarimu
Biar aku merasa
Cinta dalam cerita

Maaf maafkan aku cintaimu
Maaf maafkan aku inginkanmu

Dalam cinta bijaksana
Jangan seorangpun kan terluka

Rabu, 19 Februari 2014

Kisah Tak Pernah Tua

Jika kau ingin melihat, maka pejamkan matamu
Jika kau ingin mendengar, tutup telingamu
Hati, 'sesederhana' itu

Menahun aku membisu
Berangan kau dapat dengarkan aku
Suara yang dianggarkan pilu
Jerit hati yang enggan jadi masa lalu

Membatasi dan terus menepi
Tak satupun boleh terlukai
Senyata mimpi ingin kau yang mengerti
Memahami bahwa aku mencintai

Haruskah aku katakan?
Jika hanya menjarakkan, tak akan
Teruskah aku berdiam?
Jawablah dengan malam, karena canting pun tak akan paham

Biar hati terus sederhana, agar rindu tetap bijaksana
Biar jiwa terus memanja, agar kisah tak pernah tua

Jumat, 24 Januari 2014

Mendahului Kematian



Bertahun-tahun lalu saya pernah memeluk orang yang memang saya inginkan. Saya tidak sendirian, dia juga memeluk saya atas keinginannya sendiri, iya, kami berpelukan karena kami saling menginginkan. Saya mencintainya, cinta pertama saya. Cinta hadir di antara kami. Cinta jatuh dari dahannya ke permukaan bumi. Kemudian air menemaninya bertumbuh seiring dengan sinaran mentari. Sorot matanya begitu tajam, namun itulah yang paling saya rindukan. Dia, dia yang saya inginkan.

Bencana datang menggugurkan daun-daun harapan yang kami jaga bersama. Dahan-dahan kerinduan bertindihan menyesakkan rongga dada kami. Namun semesta berkehendak lain, saya harus merelakan pohon cinta kami tumbang.  Di permukaan cinta kami tak lagi kelihatan, namun sesungguhnya rasa itu masih mengakar hingga jauh ke dalam.

Purnama silih berganti dan saya masih sendiri. Perlahan namun pasti saya belajar hingga ada jiwa lain yang saya cintai, sungguh. Satu, dua, beberapa jiwa telah saya temukan dan mereka membuat saya mencinta. Tapi saya hanya cinta sendiri, mereka tak benar inginkan saya. Di kerumunan manusia-manusia gila yang mempermainkan cinta saya masih mencari kewarasan logika dan rasa. Semua yang pernah terluka ingin menganggap luka itu tak pernah ada, namun pada kenyataannya?

Kini bila saya lelah melangkah siapa yang dnegan kasihnya memeluk saya? Saya kira adakah dari mereka yang kini telah meninggalkan saya. Ingin saya, ‘dia’ yang ini berbeda… begitulah setidaknya ingin saya dan benar-benar HANYA ingin saya. Setiap pertanyaan itu kembali, logika saya berkata “ini bukan yang pertama bukan?”

Pada akhirnya jengahpun menghampiri saya, yang tersisa hanya tanya “kapan ada ‘dia’ yang saya ingingkan menginginkan saya sebagaimana saya menginginkan ‘dia’?” Mampukah saya mendahului kematian menemukannya? Mampukah dia mendahului kematian menemukan saya? Atau kematian yang justru lebih cepat menemukan kami?

Sampai kapan kami harus bersembunyi dari kematian untuk dapat saling menemukan? Adilkah jika kami ditakdirkan saling menginginkan namun sekalipun tidak dipertemukan? Saya hanya butuh sebuah pelukan dari seorang yang saya inginkan sebelum saya ditemui oleh kematian.