Semesta ini memiliki pola yang relatif sama dalam waktu yang lama. Dikata orang mirip dengan lingkaran. Apa-apa yang berjalan dengan arah berlawanan akan kembali dipertemukan. Apa-apa yang hilang juga katanya akan dikembalikan. Syaratnya satu: keikhlasan.
Sesuatu yang terjadi antara aku dan kamu adalah bagian dari ketentuan semesta. Aku mempelajari sebab-akibat setiap fenomena yang ada setelah pertemuan kita. Kini aku tetap dapat menjadi dewasa dan bijaksana meski berangan layaknya seorang balita. Itu seperti tebaran bintang yang sederhana namun tetap memiliki makna.
Dari pelupuk mata, kejauhan memperlihatkan senja yang meringkih. Makhluk akan hidup jika terus berjalan meski tertatih. Seperti langit purnama yang terpendar memutih, dimensi ruang dan waktu menjadikan hati yang perih sedikit pulih. Menolak gravitasi agar meteorit tak jatuh saling menindih.
Sang Bulan tetaplah menjadi bulan, berjudi hati tanpa memerkosa rasa dengan bualan.
Sang Bumi tetaplah menjadi bumi, mengejar mentari dengan mimpi yang ingin dipahami.
Fajar datang dan pergi, mentari tergelincir berulang kali. Bumi yang pernah kusinggahi pun terus berotasi. Senyap yang menyepi terpahatkan di atas keringnya hati. Di sini anak Adam berdiri, di atas kakinya sendiri. Sama seperti janji yang dulu terperi, setiap detil galaksi punya ruang dan waktunya sendiri-sendiri.
Sang Bulan akan terus menjadi bulan, merusak gelap malam dalam abadinya kekekalan.
Sang Bumi akan terus menjadi bumi, berotasi dengan jutaan pesona diri untuk dikagumi.
Lirik kata ini akan segera selesai. Sebelum itu aku ingin katakan. Katakan bahwa baru saja aku me'lirik', atas nama anak-anak Adam yang me'rembulan'.