Budayakan apresiasi karya, Budayakan hargai hak cipta, Kalau mau gaya Jangan bajak karya saya. Selalu cantumkan nama penulis asli dan sumber dalam Copy - Paste anda :)

Jumat, 24 Januari 2014

Mendahului Kematian



Bertahun-tahun lalu saya pernah memeluk orang yang memang saya inginkan. Saya tidak sendirian, dia juga memeluk saya atas keinginannya sendiri, iya, kami berpelukan karena kami saling menginginkan. Saya mencintainya, cinta pertama saya. Cinta hadir di antara kami. Cinta jatuh dari dahannya ke permukaan bumi. Kemudian air menemaninya bertumbuh seiring dengan sinaran mentari. Sorot matanya begitu tajam, namun itulah yang paling saya rindukan. Dia, dia yang saya inginkan.

Bencana datang menggugurkan daun-daun harapan yang kami jaga bersama. Dahan-dahan kerinduan bertindihan menyesakkan rongga dada kami. Namun semesta berkehendak lain, saya harus merelakan pohon cinta kami tumbang.  Di permukaan cinta kami tak lagi kelihatan, namun sesungguhnya rasa itu masih mengakar hingga jauh ke dalam.

Purnama silih berganti dan saya masih sendiri. Perlahan namun pasti saya belajar hingga ada jiwa lain yang saya cintai, sungguh. Satu, dua, beberapa jiwa telah saya temukan dan mereka membuat saya mencinta. Tapi saya hanya cinta sendiri, mereka tak benar inginkan saya. Di kerumunan manusia-manusia gila yang mempermainkan cinta saya masih mencari kewarasan logika dan rasa. Semua yang pernah terluka ingin menganggap luka itu tak pernah ada, namun pada kenyataannya?

Kini bila saya lelah melangkah siapa yang dnegan kasihnya memeluk saya? Saya kira adakah dari mereka yang kini telah meninggalkan saya. Ingin saya, ‘dia’ yang ini berbeda… begitulah setidaknya ingin saya dan benar-benar HANYA ingin saya. Setiap pertanyaan itu kembali, logika saya berkata “ini bukan yang pertama bukan?”

Pada akhirnya jengahpun menghampiri saya, yang tersisa hanya tanya “kapan ada ‘dia’ yang saya ingingkan menginginkan saya sebagaimana saya menginginkan ‘dia’?” Mampukah saya mendahului kematian menemukannya? Mampukah dia mendahului kematian menemukan saya? Atau kematian yang justru lebih cepat menemukan kami?

Sampai kapan kami harus bersembunyi dari kematian untuk dapat saling menemukan? Adilkah jika kami ditakdirkan saling menginginkan namun sekalipun tidak dipertemukan? Saya hanya butuh sebuah pelukan dari seorang yang saya inginkan sebelum saya ditemui oleh kematian.