Budayakan apresiasi karya, Budayakan hargai hak cipta, Kalau mau gaya Jangan bajak karya saya. Selalu cantumkan nama penulis asli dan sumber dalam Copy - Paste anda :)

Kamis, 29 November 2012

Cinta Maya



Seorang gadis tampak sibuk menyisir rambut panjangnya di depan cermin toilet sekolah. Memerhatikan gambaran dirinya di cermin sambil memikirkan apa  yang sedang dilakukan sahabatnya. Dini, yang tak datang ke sekolah karena memenuhi panggilan kelurahan untuk pembuatan E-KTP.
“Repot banget ya yang udah 17 tahun, baru naik ke kelas sebelas aja udah buat KTP. Untung gue baru tahun depan bikinnya.”
“Bete sih, biasa ngaca berdua sekarang sendirian. Huuhhh” gumam Maya sambil tetap menyisir rambutnya.
Sampai sisiran terakhirnya Maya tak memerhatikan sekelilingnya, sejak tadi dia diperhatikan oleh kakak kelas yang dikenal laris manis dikejar kaum adam sekolahnya. Mulai dari petugas keamanan sampai cowok-cowok  populer  disekolah rajin menggodanya. Tak berbeda jauh dengan Maya, hanya saja Kharisna memiliki pacar dan Maya tidak.
“Ehem !” Kharisna mencoba menyadarkan Maya.
Cukup keras sampai membuat Maya sontak langsung menatapnya dibalik cermin
“Eh, Kak Risna ngagetin aja. Hehehe....” ucap Maya sambil cengengesan. “Maya kira siapa.”
“ May, May.... ckck” Kharisna berkacak pinggang. “Kamu nih ya rajin banget deh nyisir lama-lama. Dini mana ? biasanya berdua?”
“Iya tuh ka, rempong dia. Pergi ke kelurahan urus KTP”
“Hmmmm, May. Aku mau tanya sedikit boleh?”
“Mau tanya apa kak? Tanyain aja”
“Kamu kenapa sih betah banget jomblo? Kamu nggak ngerasa sepi gitu May?”
“Yee kakak. Maya kira mau tanya apa. Hmm..., Maya mau fokus belajar aja, Kak. Biar nanti bisa masuk PTN favorit.”
            “Tapi kamu butuh juga loh, May ,cowo yang bisa jadi motivasi kamu buat belajar.” Bisik Kharisna dengan suara tipis, seakan-akan ia sedang membicarakan rahasia paling menegangkan di dunia. “Kamu boleh aja betah sendiri, tapi perasaan kamu butuh seseorang. Percaya deh sama kakak.”
            Mendengar perkataan yang sedikit menyinggungnya, Maya langsung cemberut sejadi-jadinya. Bel sudah berbunyi pertanda istirahat makan siang selesai. Maya merapikan sebentar rambutnya dan bergegas menuju kelas sambil mengutuk kejahilan kakak kelasnya tadi.
***
Bukk!
            Tas biru itu dilempar ke lantai. Maya baru pulang sekolah dan bermalas-malasan seperti biasa tanpa melepas seragam putih abu-abunya. Ia merebahkan diri di kasur, kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Matanya langsung menatap tajam ke arah layar ponsel, memeriksa beranda facebook.
            “Huhhh, masih dan selalu aja begini. Fix banget deh emang, nasib jomblo!” keluhnya dengan mulut manyun. Inbox sepi, notif sepi, mention apalagi. Apa sih yang salah? Apa sih yang kurang? Gue kan cantik, pinter, banyak temen pula. Beteeeeeeeeeeee!”
             Mendengar keluh kesah tersebut, Mama menyelinap di balik Pintu. “Kenapa sih cantik? Heboh sendiri deh yaaa, mending ganti baju dulu, abis itu anterin kue ke rumah tante Mona ya.”
            “Ihh, mama ga ngertiin banget sih. Males ah, biarin aja.” jawab Maya kesal, ia masih memerhatikan beranda facebook-nya. ”Eh, siapa nih? Ganteng, manis, tapi bukan anak sekolah gua deh kayaknya…Hmmmm”
            Raga Yudha Pratama begitu tulisan di-username facebook-nya. Maya mengutak-atik link tentang si pengguna tersebut. Pria itu memberi like pada status facebook Maya. Senyumnya mengembang, baru kali ini Maya merasa diperhatikan.
            Maya menekan link wall, dan di sana ada status yang tertulis 30 menit lalu
            “Sudah lama aku memerhatikanmu, aku tak mengerti, mungkin aku jatuh hati”
            Wajah Maya memerah, mama sudah memanggilnya untuk mengantar kue. Sepanjang perjalanan mengantar kue Maya senyum-senyum sendiri, terbayang foto profile Raga yang mengusik hatinya.
***

            Dirumah tante Mona Maya menyempatkan diri minum teh, menemani tante Mona menghabiskan waktu sorenya di halaman belakang. Tante Mona berbicara panjang lebar membahas politik, ekonomi, dan koruptor yang sedang merajalela di negeri melati ini. Sementara disisi lain halaman belakang Kharisna sedang asik tertawa riang, bercanda dengan kekasihnya.
            Lama-kelamaan Tante Mona menyadari bahwa Maya hanya mengangguk dan senyum-senyum, tak banyak mengerti apa yang ia bicarakan. Bahkan terlihat lebih memerhatikan sisi utara halaman belakang tempat gazebo yang diduduki oleh kakak kelas yang tak lain juga kakak sepupunya.
“Sssst! Jangan ngintipin orang pacaran “ ledek tante Mona
“Apadeh tante, seru aja Maya ngeliatnya. Hehehe.”
“May, ngomong-ngomong kamu udah punya pacar belum?”
“Belum tante, Maya mau fokus belajar aja. Biar masuk di PTN favorit.”
“Jaman tante SMA, tante pacaran dan tante bisa tuh masuk PTN favorit. Dan tante masih sama pacar tante yang di SMA sampe sekarang loh!” pamer tante Mona bangga, seakan beliau sedang menceritakan prestasi tersuksesnya.
“Oh, jadi Om Wisnu pacar tante dari SMA. So sweet banget, Tante.
“Iya dong, kamu cepet-cepet deh cari cintamu. ”
“Masa sih, Tan? Hmm..., nggak ah. Pokoknya Maya udah komitmen, nggak mau pacaran sampe masuk PTN favorit. TITIK !” tegas Maya kepada tante Mona.
Sebelumnya Maya memang belum pernah jatuh cinta, meskipun banyak cowo di sekolah yang mendambakan dirinya tapi dia masih cuek dan tak peduli, belum ada yang bisa menarik hatinya. Maya pamit pulang agar bisa segera mandi sore, lembayung di langit yang semakin tipis menemaninya berjalan.
***

            Setelah makan malam Maya bergegas menuju kamar dan menutup pintu. Mengambil laptopnya dari meja belajar, membawanya ke kasur. Setelah laptopnya ready to use, Maya  menghubungkan dengan modem eksternalnya. Membuka jendela baru  menuju Facebook.
Ada message baru di inbox facebooknya, dari akun yang tadi siang menarik perhatiannya.
“Maya Juliana, gua Raga. Salam kenal ya J
“Iya salam kenal. Raga mana ya?”
“Raga Yudha Pratama, Pelita Bangsa Vocational High School, Jurusan Perhotelan, kelas sebelas.”
“Gua baru denger, dimana tuh?”
“Jakarta Timur”
“Oh deket rumah? Gua Maya, SMA Al-Ihsan, Jakarta Selatan, rumah gue di Kebayoran Baru.”
            “Nomer handphone?”
            “081307071995”
            “Nomer yang cantik”
            Tak lama setelah menekan tombol enter dipesan terakhirnya handphone Maya berdering. Telepon dari nomer yang tidak dikenal. 0838xxxxxxxx. Maya bergegas mengangkatnya, hampir tidak pernah ada yang meneleponnya selain Dini, Kharisna, dan pastinya Mama. Apalagi jam malam seperti Ini.
            “Haloo, selamat malam, Maya disini”
            “Gua Raga, save nomer gua, good night
Tutt tuttt tutttt…
Sambungan teleponnya langsung diputus, suaranya berat, indah, tapi menyebalkan bagi Maya. Sesingkat itukah caranya menyapa? Benar-benar hari yang tak biasa buat Maya.

***

Waktu terus berjalan. Maya girang bukan main, sejak TK belum ada pria yang menarik hatinya. Kehadiran Raga yang tak terduga membuat Maya sibuk dengan sms atau telepon selama satu bulan  terakhir. Kini, Handphone Maya tak lagi sepi. Dinding facebook yang biasa terisi kesepian berubah menjadi kasmaran. Raga telah membawa perubahan bagi hari-harinya.
            “Sebelum ini aku tak pernah merasakannya, merasakan yang sering mereka katakan. Mungkin aku jatuh cinta” ucap Maya dalam hati.
            Inilah yang ia rasakan saat ini, jatuh cinta. Benarkah cinta? Atau semua hanyalah ketertarikan sesaat yang begitu cepat ia artikan sebagai cinta?

Senin, 12 November 2012

Tatap Dalam Hujan


Hujan turun semakin deras, tempiasnya masih mencoba membasahi aku, kamu, dan entah siapa lagi yang berteduh di bawah atap parkiran fakultas ini. Langit semakin gelap pertanda hujan takkan segera pergi. Dia memberikan aku lebih banyak waktu untuk memperhatikanmu dari jarak sedekat ini, satu, dua, oh tiga meter. Jauh lebih dekat dari jarak saat aku mengindahkanmu selama ini.

Matamu terlihat sayu menatap hujan, senyummu menyisakan kesedihan. Kesakitan yang kau dapati darinya tak bisa kau sembunyikan dari pengamatanku. Dirinya berpaling darimu, tak peduli betapa besar kasih yang telah kau beri.

Hujan menghadirkan kembali ingatan akan waktu yang kau habiskan bersamanya. Dimana janji yang kalian ucapkan telah ia patahkan. Hanya kamu yang masih memegang patahan janji  indah itu. Angan akan bahagia bersama, nyatanya kau ditinggalkan demi raga yang berbeda, raga yang lebih sempurna.

Aku telah lama memerhatikanmu, mengagumimu, mengindahkanmu dalam bisu. Sayangnya, hidup kita tidak saling beririsan. Hingga akhirnya kau jatuh dipeluknya, aku bisa berkata apa?

Kadang aku lelah melihat cintamu kepadanya. Bukankah dasa purnama  telah berlalu? Mengapa sulit melepasnya? Bahkan kamu masih bisa tersenyum saat dia dan kekasih pilihannya melintas bersama. Aku tahu, cinta tak pernah punya cerita yang sederhana.

Tidakkah hujan ini membuatmu merasakan kehangatan? Tidakkah hujan ini mengantarmu pada kerinduan? Sekali lagi, sayangnya hidup kita tidak beririsan. Jika nanti Tuhan memperkenalkan kita, biar waktu yang membawa cinta.

Bila kamu tak lagi tahu dimana cinta, coba lihat aku. Aku ingin kamu menemukannya disana, dihati aku. Retinaku selalu menuju retinamu, mencoba menemukan tatap dalam hujan yang akan memulai cerita diantara kita. 

Hingga tempias hujan tak lagi menggoda, aku masih tak menemukannya. Tatap mata yang akan menuliskan lembaran cintamu yang baru, aku.

Minggu, 04 November 2012

Pemuja Rahasia

Download Deklamasi Puisi Pemuja Rahasia

Sejak retina aku dan kamu bertemu
Ujung mataku mengalir bersamamu
Mengalun seirama derap langkahmu
Menari bersama senyum merahmu

Tanpa sadar kaupenjarakan aku
Begitu erat dalam genggam pesonamu

Bagaimana mungkin
menghadirkan hati yang tak digariskan kepadaku?

Jarak membatasi
Fakta mengingkari
Nyamanku disini mengagumi
Ditempat yang tersembunyi

Semakin dalam
Sederhanamu
Gali kekagumanku

Jatuh hatiku tak perlu buka hatimu
Jatuh cintaku tak perlu apa darimu

Selalu kutunggu
Kicauan hangatmu

Jatuh aku pada kata-katamu
Dimana dia bukan dituju untukku

Beberapa sudut kembali mengantarku
Tanpa kehendak
Perlihatkan keindahanmu

Rinduku tak tersusun dalam kata
Rinduku tak tersusun dalam raga
Dan tak tersampaikan
Sebab retina kita tak lagi berjumpa

Tak kuasa kubicara
Getir terus tertahan

Kuindahkan namamu
Kau tak harus tahu
Satu kedipku
Tak lagi menemukanmu