Apa kabar? Sudah beranjak dari tempat
tidurmu?
Um, maafkan aku untuk ini. Tapi aku harus
menulis, karena aku tak bisa mengucapkannya. Aku tidak lagi tahu bagaimana
mengungkap rindu, rindu yang kusimpan, rindu yang setiap malam mengendap-endap
menapak palung hati milikku.
Langkahku semakin lelah, perasaanku mulai
jengah. Mungkin, jika aku mampu mengucapkannya semua akan kembali pada keadaan
yang seharusnya. Jadi, darimana kau akan mulai mengajariku mengucap rindu?
Pengabaianmu? Kurasa tidak begitu buruk.
Ketika dengan hati yang menggebu-gebu aku mengindahkanmu, kau tetap tak peduli
dan tak melihatku. Bagaimana mungkin kau bisa membaca rinduku?
Sungguh, aku mulai bosan mendengar
jerit-jerit kecil di rongga dadaku. Begitu keras, tapi kau tetap tak mendengarnya.
Benar-benar hanya aku, tanpa perasaanmu. Mataku kadang lelah menunggu pagi, menunggu otakku berhenti
berpikir, menunggu air mataku berhenti mengalir.
Pernahkah kau merasakan kerinduan yang
mendalam? Pernahkah kau merasakan ribuan kumbang beterbangan di dalam tubuhmu?
Jika pernah, tolong ajari aku bagaimana cara mengucapkannya.
Sejujurnya, ketika rindu aku hanya butuh
sebuah peluk yang pernah kurasakan, tapi nyatanya peluk itu tak lagi pernah
kudapatkan, peluk yang dulu kau berikan kini hanya sebuah angan.
Aku tak pernah benar-benar mengerti,
mengapa rindu begitu senang menghampiriku, membawakanku segenggam harapan akan
pelukmu, menyajikanku senyum terindah dalam hari-hariku, kamu. Aku mencoba
mempelajarinya, sebab-sebab kedatangannya, hingga dia mampu membuatku muak
dengan diriku sendiri.
Kau tak pernah benar-benar menjadi milikku,
tapi rindu untukmu telah membuatku bisu. Kumohon, berhentilah berlarian didalam
hatiku. Aku hanya ingin kau ajari aku
bagaimana mengucap rindu. Agar aku mampu berdiri, agar aku mampu tanpamu lagi.