Budayakan apresiasi karya, Budayakan hargai hak cipta, Kalau mau gaya Jangan bajak karya saya. Selalu cantumkan nama penulis asli dan sumber dalam Copy - Paste anda :)

Jumat, 25 Oktober 2013

Semesta, Aku Ingin Hidup




Semesta, aku terduduk memandang langit malammu. Aku sendirian, tak seorangpun ada di sini, di sisiku. Tak seorang pun temani aku nikmati hangatnya malam, malam dimana debu-debuan langit berkedipan manja. Semesta, sudikah kiranya kau dengarkan aku? Ataukah memang tak ada sesuatu apa pun yang sudi dengarkan inti si bodoh ini? Mengapa kau hanya terdiam melihatku seperti ini? Tidakkah ingin kau selamatkan aku? Menuntunku sampai kutemui mega di pagi hari, mengantarku pada titik terang agar mampu melihat langit yang membiru, lagi?

Aku baik saja tanpamu, tanpanya, tanpa siapapun. Aku selalu baik di sepanjang hidupku yang hampir tak pernah hidup. Aku masih cukup bijaksana untuk kebenaranku sendiri. Kebijaksanaan, kebenaran yang tak jua seiring dengan kebahagiaan. Inikah tokoh yang kau tulis untuk kuperankan? Inikah babak yang harus kulalui agar sampai di titik akhir pementasan kehidupan?

Aku tak pernah menolak apa pun. Tidak meteorit yang meninggalkan jejak lubang di permukaan sesuatu yang kusebut dengan perasaan. Tidak pula dandelion yang beterbangan menuju awan, melupakan aku yang termangu merelakan kaca-kaca meretak pecah di mataku. Pun dengan kupu-kupu yang mendobrak keluar dari pintu hatiku, membiarkan hampa merasuk jauh ke dalam jiwa yang mungkin hampir mati. 

Tiga, dua, satu pun aku tak meminta kau jawab tanya-tanyaku. Aku ingin hidup, aku ingin hidup. Semesta, bila memang ada pelangi setelah hujan, ijinkan aku merasakan goresan warnanya. Goreskan dia di dalam ruang hati si bodoh yang tak kenal cahaya ini. Bawa si bodoh ini ke dalam babak drama yang memiliki secercah sinar. Semesta, Bila memang ada hujan setelah panjangnya kemarau, ijinkan aku basah karenanya. Semesta, si bodoh ini ingin hidup, aku ingin hidup.

Minggu, 20 Oktober 2013

Realita Cinta Semesta




Adakah  kamu inginkan Bulan? Rasanya… sekalipun tidak. Segala titik yang menghampar di karpet galaksi Bima Sakti coba mencari jawab. Mengapa si Bulan selalu rindukan kamu? Bukankah kedekatan Bulan dan kamu hanya kesemuan belaka? Kedekatan yang tak pernah benar-benar berarti. Kedekatan yang dikehendaki oleh si Bulan, seorang. Sementara kamu terus acuh, terus mengorbit untuk sang Raja Hari. Bulan pun tahu kamu tak kuasa menolak ayat-ayat takdirmu. Sekali lagi, benarkah kamu tak inginkan si Bulan? Biar debu-debu langit bertanya dan biarkan bulan menghadapinya sebagai rahasia semesta.

Si Bulan menanti-nanti gerhana matahari. Menunggu-nunggu waktunya untuk bisa kembali berada di antara kamu dan si Raja Hari. Dia ingin kembali menghangatkan dinginnya jemari kecilmu. Menyelipkan jemarinya untuk memeluk jemarimu yang hampir membeku. Si Bulan tahu pasti itu hanya sementara. Si Bulan tahu pasti itu hanya satu fase kecil di semesta. Ini bukan kumpulan sajak fakta, ini sajak tentang realita.

Sajak ini tempat koma menjeda. Sajak ini tempat tanya menganga. Sajak ini sajak yang dipastikan takdir untuk ada. Si Bulan tak pernah benar-benar tak ada meski tak pernah jua benar-benar ada. Si Bulan terlalu takut untuk tidak meredup, pantulan sinar Mega tak lagi cerah di matanya. Mega membunuh malam untuk meniadakannya, Mega yang kemudian hilang di jingganya senja. Mencintai bukan tentang pencapaian, mencintai bukan tentang kesepakatan. Mencintai akan berbicara tentang kesediaan. Kesediaan yang dijamin oleh harapan dan keyakinan.

Si Bulan terus mengintip dari langit yang mengabu. Mendengarkan inti suaramu yang begitu berpusat kepada Mega. Adakah kamu mampu untuk merasakannya? Satelit yang menjadikan kamu sebagai pusatnya. Satelit yang utuh sebagai apa yang kamu punya. Karena kamu hidupnya ada, untuk kamu dia dicipta. Meski lirih terasa, partikel angkasa mana yang mampu mematahkan belenggu takdir semesta? Adakah?

Setitik partikel kehidupan mana yang tega padamkan cahaya matamu? Apapun, siapapun dia, ingatlah semesta akan terus bekerja untuk seisinya! Tak ada yang tak digariskan orbit  dalam ayat-ayat takdir semesta. Semua akan bekerja dengan cara yang tak selalu dapat diduga. Letihlah! Demi mampu berporos kembali, Bumi.