Ketika logika bicara tentang hitungan sebab akibat, hati hanya bicara tentang rasa yang terlanjur tertambat. Kau, apa kau ingin aku anggap semua palsu dan tak pernah berlalu? Apa kau juga tak sudi ijinkan perpisahan berpeluk haru? Mengapa semua harus selesai seolah cerita antara kamu dan aku tak pernah diramu?
Sepersekian detik aku ingin nafas ini berhenti, agar aku tak sadari bahwa aku pernah meratapi tinta sepi goresanmu ini. Ada bekas yang rasanya sulit diranggas. Rasa ini mungkin akan teranyam waktu sebagai mimpi yang keras-keras dibenturkan batas.
Demi hujan manis yang selalu turun tepat di antara dua tahun dalam satu waktu, aku masih melihat kamu yang pernah inginkan aku. Demi matahari yang merangkak manja di pagi hari, aku harus menutup mata melihatmu yang bertolak tanpa permisi. Dan demi Januari yang mengawali perputaran bumi kepada matahari, keinginanku atas kamu harus kuakhiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar