Di bangku yang sama, di waktu yang sama, sesuatu bisa jadi mulai berbeda.
Pedagang-pedagang makanan dan minuman masih sibuk seperti biasa. Beberapa
sedang melayani, yang lain mengambil priring dan gelas kotor yang telah
ditinggalkan pembelinya di atas meja.
Aku tak lagi menatapmu diam-diam, tak lagi mengira-ngira siapa dirimu;
‘kuncir kudaku’. Sejak beberapa minggu yang lalu, beberapa waktu aku duduk di
sampingmu. Kacamatamu, jaket merah yang sama masih setia menjagamu.
Buku-buku yang tertumpuk pun menunggu jamahan jemarimu. Segelas jus buah
yang selalu bercampur susu mengalir terangkat melalui sedotan putih menuju
bibir manismu. Dimataku kau selalu sama; indah.
Kukira kita bisa menjalin rasa, rasa yang sekian lama tak kumiliki, rasa yang
ribuan hari tak berani kugenggam. Rasa yang selalu membahagiakan di permulaan.
Sesuatu jadi mulai berbeda, entah yang keberapa kau tanyakan namanya kepadaku. Ya,
namanya, nama temanku. Sebelumnya aku tak terfikirkan tentang apapun,
sebelumnya semua kukira baik-baik
saja.
Malam ini, sesuatu jadi mulai berbeda. Saatkau tuliskan tugasmu, aku tak sengaja melihat
halaman catatanmu yang terbuka. Sebuah gambar, sepotong tulisan, dan sepenggal
nama yang sama dengan yang sering kau sebut di depanku.
Setidaknya kau tak melihat air wajahku yang berubah seketika. Sesuatu jadi
mulai berbeda. Kini biar aku kembali pada kekosongan. Biar aku mengosongkan
rasa ini diam-diam, seperti aku mengisinya diam-diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar